Orkes Jahanam, Mesin dan Umpatan

  shivaphotographyy/Pixabay

Masuk ke dalam album “Dosa, Kota dan Kenangan”, lagu Malam Jatuh di Surabaya milik Silampukau ini, memberi kesan tersendiri bagi saya.

Apa yang diutarakan oleh Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening dalam lirik lagu ini dirasa sangat relate dengan keadaan yang dialami oleh saya beberapa waktu ke belakang.

Secara garis besar, saya menginterpretasikan lagu ini sebagai penggambaran suasana Surabaya saat peralihan dari sore ke malam.

Penggambaran tersebut sudah terbaca dengan jelas pada penggalan lirik pertama “Gelanggang Panas Lima Lima Belas, di Ahmad Yani yang Beringas”.

Dari penggalan lirik itupun saya sudah bisa membayangkan bagaimana riuhnya Kota Surabaya (Jalan Ahmad Yani) pada saat sore menjelang malam.

Lalu, pada bait "Maghrib Mengambang Lirih dan Terabaikan, Tuhan Kalah di Riuh Jalan" menyiratkan bagaimana para keriuhan itu sangat "berisik" hingga kumandang adzan Maghrib pun tak terhiraukan.

Terdapat satu penggalan lirik yang awalnya membuat saya mengernyitkan dahi, saat mencerna maksud dari lirik tersebut. Lirik itu berbunyi “Orkes Jahanam Mesin dan Umpatan”.

Namun setelah dicerna, saya menafsirkan jika maksud lirik tersebut adalah sebuah penggambaran dimana suara mesin kendaraan serta teriakan maupun umpatan pengendara, saling bersahutan dan nyaring terdengar bak musik orkestra.

Secara garis besar, saya mengartikan lagu “Malam Jatuh di Surabaya” ini sebagai penggambaran riuhnya suasana Kota Surabaya di saat sore hari menjelang malam.


Lirik Malam Jatuh di Surabaya — Silampukau


Gelanggang Panas

Lima Lima Belas

Di Ahmad Yani yang Beringas

Sinar Kuning Merkuri

Pendar Celaka Malam Hari

Malam Jatuh di Surabaya

Maghrib Mengambang

Lirih dan Terabaikan

Tuhan Kalah di Riuh Jalan

Orkes Jahanam

Mesin dan Umpatan

Malam Jatuh di Surabaya

Selama-lamanya

Di Gelanggang yang Sama

Malam Jatuh di Surabaya.

Komentar

Postingan Populer